Sebut saja aku
pengecut. Karena sikapku yang tak pernah bisa berlaku jujur padamu. Akan isi
hatiku yang menggebu. Dan masih saja ku mencoba menutupinya. Walau kita
sama-sama tahu, ketidakjujuranku. Tak pernah sekalipun kau mempermasalahkan
diriku. Pengecut tetaplah pengecut. Sampai kapanpun takkan pernah berubah.
Sebab suara hatimu yang meminta dan aku tak sanggup berpijak pada keberanian.
Apalah kata dunia nanti, jika melihat diriku berbeda dari biasanya. Tentu
berbagai persepsi mewarnai alur perubahan.
Badai pasti
berlalu digantikan oleh angin sepoi penyejuk jiwa. Namun pantaskah aku
melupakan cerita hidupku ini terhadapmu. Barangkali dalam lupaku, kau masih
ingat betapa aku tersipu karenamu. Ekspresiku tanda terbujuk rayuanmu. Dan
gelak tawa di antara kita yang dibatasi tembok perbedaan. Sungguhpun demikian,
mungkin semua yang terjadi padaku akan tetap abadi sampai kapanpun. Oleh
genggaman tanganmu.
Aku benar-benar
tak rela jika harus kehilangan dirimu. Karena sebelah hatiku ada dalam dirimu.
Aku juga tak mau mengabadikan dirimu dalam diriku. Karena aku tak mau berkorban
sedalam-dalamnya untuk hal yang belum pasti. Kepastian takkan pernah ku
dapatkan darimu. Mungkin saja kata cintamu adalah palsu. Bukan berarti tak ada
penghargaan buatmu. Demi kesucian kau dan aku, tak perlu lagi untuk meresmikan
kelanjutan cinta ini.
Sadarkah engkau
bahwa aku tak akan mampu menjadi impian bagimu. Aku takkan pernah bisa seperti
yang kau ingini selama ini. Kekuranganku lebih besar dari kelebihanku. Sehingga
aku tak pantas menyandang gelar sebagai kekasih hatimu. Biarlah aku tetap
menahan rasa sakitku di balik tawaku. Biarlah untuk selamanya aku memendam
kisah cinta ini. Biarlah aku merelakanmu meninggalkan sebelah hatiku. Biarlah
waktu kan menghapus duka laraku tentangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar